Arab Pegon: Sejarah, Makna, dan Perannya dalam Dakwah Islam Nusantara
Arab Pegon: Tulisan Arab Berbahasa Lokal Warisan Ulama Nusantara
Arab Pegon: Jejak Literasi Islam Nusantara yang Membumi
Di balik lembaran-lembaran kitab
kuning yang dipelajari di pesantren, tersimpan sebuah warisan literasi Islam
Nusantara yang unik dan sarat makna: Arab Pegon. Ia bukan sekadar sistem
tulisan, tetapi juga jembatan peradaban—yang menghubungkan ajaran Islam dengan
bahasa dan budaya lokal masyarakat Nusantara.
Apa Itu Arab Pegon?
Arab Pegon adalah sistem
penulisan huruf Arab yang dimodifikasi untuk menuliskan bahasa-bahasa lokal
di Nusantara, terutama:
- Bahasa Jawa
- Bahasa Sunda
- Bahasa Madura
- Dan dalam konteks tertentu, bahasa Melayu
Meskipun menggunakan huruf Arab,
Arab Pegon bukanlah bahasa Arab. Kosakata, struktur kalimat, dan
maknanya sepenuhnya mengikuti bahasa daerah yang dituliskan. Karena itu, Arab
Pegon sering dipahami sebagai:
Bahasa lokal yang ditulis dengan huruf Arab.
Asal Usul Istilah “Pegon"
Istilah pegon berasal dari bahasa Jawa yang bermakna ora lumrah (tidak lazim) atau nyimpang (menyimpang dari kebiasaan). Namun, “menyimpang” di sini tidak bermakna negatif.
Yang dimaksud adalah:
- Huruf Arab digunakan di luar fungsi aslinya
- Tidak untuk bahasa Arab, melainkan untuk bahasa
lokal
Dengan kata lain, Arab Pegon
berarti tulisan Arab yang digunakan secara tidak biasa, tetapi justru
kreatif dan adaptif.
Sejarah Perkembangan Arab Pegon
Arab Pegon berkembang seiring
dengan:
- Masuknya Islam ke Nusantara
- Kebutuhan dakwah dan pendidikan masyarakat
lokal
Periode penting perkembangannya
terjadi sekitar abad ke-15 hingga ke-17 M, dan berkembang pesat di
lingkungan pesantren.
Dalam praktiknya, Arab Pegon
digunakan untuk:
- Kitab kuning (dengan sistem makna gandul)
- Kitab fikih, tauhid, dan tasawuf
- Syair dan tembang dakwah
- Catatan pelajaran santri
- Surat dan naskah keagamaan lama
Mengapa Arab Pegon Begitu Penting?
Peran Arab Pegon sangat besar
dalam sejarah Islam Nusantara, antara lain:
- Alat
dakwah yang efektif
Islam dapat dipahami masyarakat awam tanpa harus menguasai bahasa Arab. - Media
pendidikan pesantren
Terutama melalui sistem makna gandul, yaitu terjemah kata per kata di antara baris teks Arab. - Warisan
intelektual ulama Nusantara
Banyak karya ulama lokal ditulis dalam Arab Pegon. - Bukti
akulturasi Islam dan budaya lokal
Islam hadir secara lembut, tanpa menghapus bahasa dan budaya setempat.
Ciri-Ciri Utama Arab Pegon
Beberapa ciri khas Arab Pegon
antara lain:
- Ditulis dari kanan ke kiri
- Menggunakan huruf Arab
- Memiliki huruf tambahan untuk bunyi lokal
- Struktur kalimat mengikuti bahasa daerah
- Sering ditulis tanpa harakat lengkap (gundul)
Karena itu, membaca Arab Pegon membutuhkan pemahaman bahasa lokal dan konteksnya, bukan sekadar kemampuan membaca huruf Arab.
Huruf Pegon
Ini salah satu versi huruf pegon yang sering digunakan:
Contoh Tulisan dan Bacaan Arab Pegon
1. (Bahasa Indonesia)
بالسان مندورها كائى ايبو بفاك
Latin: Balasan mendurhakai ibu bapak
2. (Bahasa Jawa)
نِيَتِيكُو نُولَارْ سَلَمَتْ
دُنْيَا أَخِيرَتْ
Latin:
Niyatiku nular slamet dunya akhirat
Arti:
Niatku membawa keselamatan dunia dan akhirat
3. Contoh (Bahasa Melayu)
Tulisan Arab Pegon:
يَڠ أَلله مَمْبَرِكَن رِزْقِي
Latin:
Yang Allah memberikan rezeki
Arti:
Allah-lah yang memberi rezeki
Arab Pegon dan Arab Melayu (Jawi): Apa Bedanya?
Sekilas tampak mirip, tetapi
keduanya memiliki konteks penggunaan yang berbeda:
- Arab Pegon:
- Umum di Jawa
- Dipengaruhi bahasa Jawa
- Banyak digunakan di pesantren
- Khas dengan sistem makna gandul
- Arab Melayu (Jawi):
- Umum di Sumatra dan wilayah Melayu
- Dipengaruhi bahasa Melayu
- Digunakan dalam administrasi dan sastra
kesultanan
Namun secara teknis, Arab
Melayu dapat dianggap sebagai salah satu bentuk Pegon, hanya berbeda
penamaan dan konteks budaya.
Arab Pegon di Masa Kini
Saat ini, Arab Pegon:
- Mulai jarang digunakan secara umum
- Masih lestari di pesantren tradisional
- Menjadi objek kajian filologi dan sejarah Islam
- Diakui sebagai warisan literasi Islam Nusantara
Upaya digitalisasi manuskrip
Arab Pegon pun terus berkembang agar khazanah ini tidak hilang ditelan
zaman.
Penutup
Arab Pegon bukan sekadar tulisan
lama. Ia adalah:
- Jembatan antara Islam dan budaya lokal
- Bukti kecerdasan dan kebijaksanaan ulama
Nusantara
- Warisan dakwah yang lembut, kontekstual, dan
membumi
Memahami Arab Pegon berarti
menghargai cara Islam tumbuh di Nusantara—bukan dengan pemaksaan bahasa,
tetapi dengan kearifan lokal.
Referensi:
Bruinessen, Martin van. Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat. Bandung:
Mizan, 1995.
Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara.
Jakarta: Kencana, 2004.
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren. Jakarta: LP3ES, 1982.
Mastuki HS. Bahasa Arab Pegon dalam Tradisi Keilmuan Pesantren. Jakarta:
Kemenag RI, 2017.


